Notification

×

Iklan

Iklan

Distribusi Beras Premium di Aceh Singkil Tidak sesuai Ekspektasi, Warga Keluhkan Penyaluran Terkesan Pilih-Pilih

Kamis, 31 Juli 2025 | 12:01:00 PM WIB | Last Updated 2025-07-31T04:01:42Z

 

Suasana ricuh saat pembagian beras subsidi di Aceh Singkil. Warga tampak berdesakan. Banyak yang pulang dengan kekecewaan.

ACEH SINGKIL, MEDIAINDONESIA.asia - Alih-alih menjadi solusi bagi rakyat kecil di tengah mahalnya harga pangan, program pasar murah beras premium bersubsidi yang digelar Pemerintah Aceh di Kabupaten Aceh Singkil justru menyisakan luka dan kekecewaan. Pelaksanaan di lapangan dinilai jauh dari kata tertib dan profesional.

Program yang seharusnya memberi harapan kepada masyarakat ini malah berubah menjadi ajang rebutan beras. Banyak warga harus pulang dengan tangan hampa, meskipun sudah datang sejak pagi dan berharap mendapatkan bagian dari bantuan pemerintah. Distribusi yang semrawut, molor dari jadwal, dan tanpa sistem kontrol seperti kupon, menjadi pemicu utama kekacauan.

Sebanyak 1.960 sak atau 9.800 kilogram beras premium seberat lima kilogram per sak disalurkan di dua kecamatan: Singkil dan Gunung Meriah. Harga jualnya hanya Rp6.000 per kilogram, dibawah harga pasar. Program ini merupakan bagian dari penanganan inflasi yang digagas Pemprov Aceh melalui dana APBA murni tahun 2025.

“Untuk wilayah Aceh Singkil disalurkan di dua kecamatan, masing-masing sebanyak 980 sak,” jelas Joni Azhari, petugas dari Disperindagkop Provinsi Aceh, saat ditemui di lokasi penyaluran di Pekan Lama, Desa Pasar, Rabu (30/7/2025).

Namun, fakta di lapangan berkata lain. Penyaluran yang dijadwalkan pagi, baru dimulai sekitar pukul 12.00 WIB, membuat warga yang sudah mengantre sejak matahari terbit harus menunggu dalam panas dan ketidakpastian. Beberapa orang bahkan bisa membeli lebih dari satu sak, sementara yang datang sedikit terlambat tidak kebagian.

“Kalau memang niatnya bantu masyarakat, ya atur dulu sistemnya. Ini malah jadi rebutan. Ada yang ambil dua kali, kami yang datang agak siang malah cuma disuruh lihat,” kata Iswan, salah satu warga, dengan nada kecewa.

“Kalau memang niatnya bantu masyarakat, ya atur dulu sistemnya. Ini malah jadi rebutan. Ada yang ambil dua kali, kami yang datang agak siang malah cuma disuruh lihat,” kata Iswan, salah satu warga, dengan nada kecewa.

Minimnya pengawasan dan tidak adanya pembatasan pembelian memperparah keadaan. Distribusi seperti ini bukan solusi, melainkan menambah masalah. Warga menganggap kegiatan ini tak lebih dari pencitraan instan tanpa perencanaan matang.

“Program pemerintah kok seperti pasar bebas? Harusnya ada sistem kupon, pembatasan pembelian, dan pengawasan ketat. Kalau begini, yang kuat dan cepat dapat, yang lemah dan lambat gigit jari,” keluh seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.

Kondisi ini jelas mempermalukan institusi pemerintah yang menyelenggarakan program tersebut. Bagaimana mungkin program penanganan inflasi justru menimbulkan konflik horizontal antarwarga? Di mana peran pengawasan dari dinas terkait? Kenapa pola distribusi tidak disesuaikan dengan data penerima manfaat?

Warga berharap ke depan, program semacam ini tidak lagi dijalankan asal-asalan. Pemerintah harus belajar dari kesalahan ini: bahwa bantuan yang tidak terorganisir bukan hanya gagal membantu, tapi juga berpotensi menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap niat baik negara. Ms**


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update