Jakarta, 4 Juni 2025 — Suasana haru menyelimuti kantor Pengamanan Internal (Paminal) Mabes Polri, saat Tim Bantuan Hukum dan LBH Spasi Pencari Keadilan Keluarga IPTU Tomi Samuel Marbun resmi mengajukan permohonan pengusutan lebih lanjut atas hilangnya sang perwira pertama Polri yang hingga kini belum ditemukan sejak mengemban tugas negara pada Desember 2024 lalu.
Didampingi oleh tim advokat, Riah Tarigan, istri dari IPTU Tomi, dan Monterry Marbun, adik kandung sang polisi, datang untuk meminta kejelasan nasib anggota keluarga mereka yang telah hilang hampir setengah tahun lamanya tanpa informasi yang transparan.
Dalam pertemuan tersebut, isak tangis tak terbendung ketika sang istri dengan suara bergetar menyampaikan kerisauan hatinya:
> "Bagaimana saya harus menjawab kelak saat anak saya yang masih belum genap satu tahun bertanya: 'Mama, di mana bapakku?' Sampai hari ini, saya tidak punya jawaban,” ujar Riah Tarigan, penuh pilu.
Sebagai anggota Bhayangkari, ia menyatakan bahwa dirinya paham dan menerima risiko yang melekat pada profesi suami sebagai anggota kepolisian. Namun ia juga menegaskan, bahwa ketidakhadiran informasi resmi, hilangnya jejak, dan tiadanya tanda-tanda yang mengarah pada nasib suaminya bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan tanpa kejelasan dan keadilan.
> “Kalau memang ada bagian tubuh atau barang-barang yang mengindikasikan suami saya telah tiada, saya pasrah dan ikhlas. Tapi kenyataannya, sampai hari ini tidak ada apa pun,” imbuhnya.
Tim hukum menyampaikan bahwa kasus hilangnya IPTU Tomi tidak hanya menyangkut aspek pribadi keluarga, tetapi juga menyentuh isu yang lebih mendasar: potensi pelanggaran hak asasi manusia berat, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Pasal 33 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang menyebutkan bahwa penghilangan orang secara paksa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat apabila dilakukan secara sistematis dan meluas.
Tim menyatakan bahwa hilangnya IPTU Tomi saat menjalankan tugas resmi tanpa penjelasan memadai dari institusi adalah indikasi serius dari lemahnya perlindungan hukum terhadap aparat negara dan keluarga mereka.
> “Kami akan terus mengawal dan mendampingi proses hukum ini sampai titik terang ditemukan. Tidak boleh ada satu pun anak bangsa yang hilang dalam menjalankan tugas negara lalu dilupakan begitu saja,” tegas perwakilan Tim Bantuan Hukum.
Keluarga Marbun dan Tarigan berharap penuh kepada institusi Polri, khususnya Divisi Propam dan Paminal, agar dapat menuntaskan penyelidikan ini secara transparan, objektif, dan profesional, demi keadilan dan kepastian hukum — bukan hanya bagi keluarga korban, tetapi juga demi kehormatan institusi Polri sendiri.
Salam Solidaritas
Tim Bantuan Hukum LBH SPASI dan Pencari Keadilan Keluarga IPTU Tomi Samuel Marbun
MEDIA SOSIAL