Tuni (45), salah satu warga yang rumahnya berdempetan dengan dapur MBG, menuturkan bahwa sebelum dapur itu beroperasi, air jet pump di rumahnya masih jernih dan aman digunakan. Namun kini, air berubah keruh, mengeluarkan busa seperti sabun, dan menimbulkan rasa gatal di kulit setiap kali digunakan mandi.
“Dulu air jet pump saya bening, sekarang butek, hitam, bikin gatal, dan baunya kayak got. Kalau diminum bisa bikin diare,” keluh Tuni saat ditemui di rumahnya, Senin (27/10/2025).
Karena air tak lagi layak digunakan, Tuni terpaksa membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Ia mengaku sudah melaporkan masalah tersebut kepada ketua RT setempat, namun belum ada tindak lanjut dari pihak pengelola dapur MBG.
“RT bilang sudah disampaikan ke pengelola, tapi belum ada tanggapan. Selama ini mereka juga gak pernah datang ke rumah kami,” tambahnya.
Selain persoalan air, Tuni juga mengeluhkan kebisingan aktivitas dapur yang berlangsung hingga tengah malam.
“Kadang jam dua pagi masih ada suara seperti mesin dan orang kerja. Tidur jadi susah,” ujar Tuni.
Hasil pantauan Mediaindonesia.asia di lokasi menunjukkan dapur MBG tersebut berada di dalam area pabrik konstruksi besi dan tidak tampak dari jalan utama. Di sisi bangunan, terlihat sebuah kolam pembuangan berukuran sekitar 2x3 meter yang tidak dibeton — hanya berupa galian tanah.
Air di kolam tersebut tampak keruh kehitaman, mirip dengan kondisi air di rumah warga yang terdampak. Kondisi itu berpotensi menyebabkan cairan limbah meresap ke tanah dan mencemari sumber air warga sekitar.
Seorang petugas keamanan di lokasi membantah bahwa kolam tersebut digunakan untuk membuang limbah dapur. Ia menyebut, kolam itu hanya berfungsi sebagai penampung air hujan. Namun, dari pengamatan visual, warna air di kolam tersebut jauh berbeda dari air hujan biasa.
Saat dikonfirmasi, dua orang yang mengaku sebagai staf Yayasan Al Barkah Cipta Insani enggan memberikan keterangan lebih lanjut. Mereka bahkan menolak diwawancarai dan melarang awak media mengambil gambar area selokan pembuangan.
Sikap tertutup dari pihak pengelola memicu kecurigaan publik, terlebih sebelumnya sempat muncul kasus dugaan keracunan bakteri pada makanan bergizi di salah satu sekolah di Kota Bekasi. Kondisi ini memperkuat desakan agar pemerintah daerah meningkatkan pengawasan terhadap dapur-dapur MBG di seluruh wilayah Kota Bekasi.
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, sebelumnya menegaskan bahwa seluruh pengelola program Makanan Bergizi Gratis wajib melewati proses verifikasi ketat dari pemerintah dan badan gizi nasional sebelum beroperasi.
“Yang bisa melaksanakan tentu yang sudah diverifikasi dan memenuhi standar. Pemerintah kota akan melihat lagi sejauh mana kekurangan dari dapur-dapur yang ada,” ujar Tri dalam kesempatan terpisah.
Warga berharap Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi segera turun tangan meninjau langsung lokasi dapur MBG tersebut.
“Saya cuma ingin air kami kembali jernih seperti dulu. Jangan sampai kami terus dirugikan,” harap Tuni.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah untuk memperkuat sistem pengawasan lingkungan dan memastikan setiap dapur MBG mematuhi standar sanitasi, pengelolaan limbah, serta keselamatan warga di sekitarnya.
Liputan : Ode**
Editor : Pram

