KUALALUMPUR, MEDIAINDONESIA.asia - Pekerja Migran Indonesia (PMI) kerap jadi korban kekejaman majikan di luar negeri. Ada yang pulang dengan kondisi luka-luka, cacat permanen, hingga hanya bisa dikenang lewat nama.
Warga asal Temanggung, Jawa Tengah, merupakan salah satu PMI yang pulang dengan kondisi cacat permanen. Namun, identitasnya masih dirahasiakan.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Malaysia, Dato' Indera Hermono menceritakan penganiayaan yang dialami PMI asal Temanggung itu hingga cacat permanen. Dia menyebut, PMI itu berhasil diselamatkan pada Oktober 2025 lalu.
"Menurut pengakuannya dia disiram air panas sampai luka sehingga dokter harus menggunting bibirnya," kata Indera Hermono, Selasa (19/11/2025).
Dulu, dalam foto masa lalunya, korban tampak sehat dengan bibir utuh dan tubuh yang bugar. Kini, badannya kurus kering akibat kekejaman yang dialaminya.
"Ini saya kira suatu tindakan biadab yang dilakukan oleh seorang majikan di Malaysia terhadap pekerja asisten rumah tangga asal Indonesia," kata Indera Hermono.
Tak Digaji Selama 21 Tahun
Indera Hermono menyebut, korban tidak pernah menerima gaji selama 21 tahun bekerja. Dia selalu disiksa dan tidak pernah terhubung dengan keluarga dan pihak luar.
"Korban tidak pernah menerima gaji selama bekerja, sejak tiba di Malaysia hingga diselamatkan pada 19 Oktober 2025," katanya.
PMI asal Temanggung itu diduga menjadi korban eksploitasi atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sejak akhir tahun 2004.
Diselamatkan Anak Majikan
Indera Hermono mengatakan, kasus penganiayaan terhadap korban terungkap setelah anak majikan melapor ke polisi Malaysia pada 19 Oktober 2025. Saat itu, anak sang majikan tidak tega melihat korban selalu disiksa orang tuanya.
"Entah mengapa anak si majikan baru melaporkan setelah peristiwa itu terjadi sekian tahun lamanya," ucap Indera Hermono, dilansir Antara.
Korban sendiri pada mulanya tidak dapat dikenali identitasnya, dan hanya dipercayai sebagai WNI melalui keterangan si anak majikan. Pada 30 Oktober 2025, korban dibawa ke KBRI Kuala Lumpur untuk proses identifikasi identitas melalui pengambilan data biometrik keimigrasian.
Data korban pun tidak ditemukan dalam sistem keimigrasian Indonesia, meskipun korban mengaku pernah membuat paspor pada tahun 2004 dan mengingat nomor paspornya.
Sebagai tindak lanjut, Atase Polri kemudian melakukan pengambilan sidik jari korban dan mengirimkannya ke Pusat Inafis dan Identifikasi (Pusident) Polri di Indonesia untuk penelusuran lebih lanjut.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa korban benar seorang WNI dan berdomisili di Temanggung. Selanjutnya untuk menindaklanjuti hasil tersebut, Polres Temanggung mendatangi alamat korban dan berhasil menemui pihak keluarga.
Dari hasil verifikasi, keluarga memberikan selembar foto lama yang kemudian dikonfirmasi oleh korban sebagai dirinya dan keluarganya. Identitas korban pun berhasil dipastikan secara sah.
Saat ini, kasus tersebut sedang diselidiki oleh pihak berwenang Malaysia di bawah Seksyen 12 Akta Antipemerdagangan Orang dan Antipenyelundupan Migran (ATIPSOM) 2007, dan Seksyen 326 Kanun Keseksaan (tindak kekerasan berat).
Laporan : Manaf
Editor : Riska


