Notification

×

Iklan

Translate

Iklan

Translate

Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Digital: Meningkatkan Kekuatan Atau Menurunkan Kualitas?

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:00:00 PM WIB | Last Updated 2025-12-21T04:00:00Z

Oleh : Lisda Yanti

Buka saja media sosial, kita pasti akan menemukan kata-kata seperti "skrng", "lu", "gw", "gimana", atau bahkan frasa yang lebih kental seperti "iya dong ges" atau "mantap jiwa". Bahasa Indonesia yang kita gunakan di era digital tampak berbeda dengan yang diajarkan di sekolah. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah perkembangan ini membuat bahasa kita lebih kuat, atau malah membuatnya lebih lemah?

Bagaimana bahasa Indonesia berkembang di era digital?

Era digital membuka peluang bagi aliran informasi yang super cepat. Orang cenderung menggunakan bahasa yang lebih ringkas, gampang dipahami, dan santai agar komunikasi lebih efisien. Dari situ lah muncul bahasa gaul, singkatan, bahkan emoticon yang dipakai sebagai pelengkap pesan. Contohnya, kata "sekarang" disingkat jadi "skrng", "kamu" jadi "lo", dan "terima kasih" bisa diganti dengan stiker hati atau tulisan "makasih banget deh".

Selain itu, bahasa Indonesia juga banyak mengambil kata dari bahasa asing atau bahasa daerah yang kemudian dimodifikasi agar cocok dengan konteks digital. Misalnya, kata "trending" dari bahasa Inggris yang artinya hal yang sedang hits, atau frasa "aga kareba bosku" dari bahasa Bugis yang sekarang banyak dipake oleh anak muda Bugis di sekitar saya di media sosial untuk bertanya "lagi apa kabar ya?" dengan gaya santai.


Perkembangan ini membuat bahasa Indonesia lebih kuat

Di satu sisi, perkembangan bahasa Indonesia di era digital bisa dianggap menambah kekuatannya. Pertama, bahasa jadi lebih fleksibel dan mudah diakses oleh semua kalangan. Orang yang dulunya merasa malu menggunakan bahasa Indonesia baku bisa lebih nyaman berkomunikasi dengan gaya yang ria. Kedua,

bahasa jadi lebih hidup dan sesuai dengan zaman—tidak terjebak dalam aturan yang kaku, melainkan terus berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat. Ketiga, bahasa Indonesia semakin meluas ke seluruh dunia melalui platform digital, sehingga lebih banyak orang mengenal dan menggunakan bahasa persatuan kita.

Perkembangan ini membuat bahasa Indonesia lebih lemah

Namun, ada juga yang khawatir bahwa perkembangan ini membuat bahasa Indonesia semakin lemah. Beberapa orang merasa bahwa penggunaan singkatan dan bahasa gaul terlalu berlebihan, sehingga merusak kebenaran tata bahasa dan ejaan yang sudah ditetapkan. Misalnya, banyak yang lupa menulis kata "sekarang" dengan ejaan baku karena terlalu terbiasa dengan "skrng". Selain itu, penggunaan bahasa yang terlalu ria di ruang publik bisa membuat orang lupa bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang formal dan pantas dalam situasi tertentu, seperti di tempat kerja atau acara resmi.

 Jadi, jawabannya apa?

Menurut saya, perkembangan bahasa Indonesia di era digital bukanlah hal yang "buruk" atau "baik" secara mutlak. Bahasa itu sendiri adalah alat komunikasi yang hidup—akan selalu berkembang mengikuti perubahan masyarakat dan teknologi. Yang penting adalah kita bisa membedakan antara bahasa yang dipakai untuk komunikasi santai di dunia digital dengan bahasa yang formal di ruang publik.

Kita tidak perlu melarang penggunaan bahasa gaul atau singkatan, tapi kita juga harus tetap mempelajari dan menghormati aturan bahasa Indonesia baku. Dengan begitu, bahasa kita akan tetap kuat—fleksibel untuk diakses semua orang, tapi tetap memiliki kebenaran yang menjadi dasar persatuan bangsa.

Apa yang harus kita lakukan?

Untuk menjaga kekuatan bahasa Indonesia di era digital:

  1. Pendidikan: Guru bisa mengajarkan tata bahasa baku sambil juga memperkenalkan perkembangan bahasa di dunia digital agar siswa memahami konteks penggunaannya.

  2. Masyarakat: Kita bisa menjadi contoh dengan menggunakan bahasa yang tepat sesuai situasi, tanpa merendahkan orang yang menggunakan bahasa gaul.

  3. Platform digital: Bisa menyediakan fitur yang membantu pengguna menulis dengan ejaan baku, tanpa menghambat kebebasan berkomunikasi.

 Bahasa Indonesia adalah jiwa bangsa. Di era digital yang penuh perubahan, kita harus menjaganya agar tetap hidup, kuat, dan tetap menjadi jembatan persatuan bagi seluruh warga negara Indonesia!

Kreator : LISDA YANTI

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update