Jakarta - Mediaindonesia,asia ) Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Anis Hidayah, menanggapi wacana peleburan sejumlah lembaga HAM, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI ke dalam satu wadah kelembagaan melalui revisi Undang-Undang (RUU) HAM
Ia menyatakan, bahwa usulan tersebut tidak bisa dilakukan secara gegabah tanpa kajian dan diskusi yang matang.
“Belum ada komunikasi secara formal dengan Kementerian HAM,” kata Anis kepada wartawan
Perlu Diskusi untuk Membahas Wacana Peleburan Lembaga HAM
Anis menjelaskan bahwa masing-masing lembaga memiliki dasar hukum tersendiri, sehingga tidak bisa serta-merta digabungkan hanya karena alasan efisiensi kelembagaan.
“Lembaga-lembaga HAM ini kan punya landasan hukum yang berbeda-beda. Ada undang-undangnya yang berbeda-beda. Jadi jika ada wacana soal itu, ya tentu harus didiskusikan nantinya. Tidak kemudian tiba-tiba bisa langsung mau digabung atau tetap dipisah,” ujarnya..jumat 18 Juli 2025
Ia juga menambahkan bahwa hingga saat ini, Komnas HAM belum menerima naskah akademik resmi dari Kementerian HAM terkait rencana revisi tersebut.
Komnas HAM akan Mengagendakan Pertemuan dengan Kementerian HAM
Nantinya, kata dia, pihaknya akan bertemu dengan Kementerian HAM, dengan LN HAM, untuk memastikan agar RUU HAM bisa memperkuat kelembagaan HAM.
Selanjutnya, juga memperkuat upaya-upaya negara dalam memastikan kewajiban negara, untuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM makin efektif ke depan.
Sementara itu, ihwal pelibatan Komnas HAM dalam proses penyusunan RUU HAM, Anis mengatakan, bahwa sejauh ini Komnas HAM belum dilibatkan secara aktif.
“Ini kan baru dimulai kick-off rapatnya di Kementerian HAM. Tentu kami nanti akan bertemu, karena tahun lalu Komnas HAM juga sudah melakukan kajian terkait dengan revisi Undang-Undang HAM. Ada isu-isu strategis yang sudah kami rumuskan,” terang Anis.
Pentingnya Pembaruan Diksi dalam RUU HAM
Selain itu, Anis pun menyoroti pentingnya pembaruan diksi dalam Undang-Undang HAM, yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan semangat zaman.
“Diksi-diksinya saja di dalam Undang-Undang ini sudah ketinggalan zaman. Misalnya di Undang-Undang HAM itu masih menggunakan diksi ‘cacat’. Itu kan sudah tidak dipakai lagi. Kemudian ‘wanita’, itu juga sudah tidak dipakai,” jelas Ketua Komnas HAM.
Anis juga menekankan, bahwa fokus utama Komnas HAM dalam revisi UU ini adalah penguatan kelembagaan dan respons terhadap dinamika HAM yang terus berkembang.
“Kami akan menyampaikan masukan secara komprehensif kepada Kementerian HAM, kepada DPR, dan kami akan mengundang semua pihak,” pungkasnya.
Sebelumnya pada 10 Juli 2025, Menteri HAM, Natalius Pigai mengungkapkan bahwa sejumlah pakar telah memberikan masukan kepada pihaknya, agar lembaga-lembaga negara yang menangani isu HAM dilebur ke dalam satu wadah.
Menurutnya, langkah tersebut bertujuan untuk memperkuat posisi Indonesia di forum internasional, khususnya di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ia juga menekankan bahwa di ranah global, hanya satu lembaga HAM nasional yang diakui dan diundang secara resmi untuk berbicara.
“Di Dewan HAM PBB, lembaga HAM nasional yang diakui hanya satu. Yang diberikan waktu khusus, dan diberi panggung itu hanya satu serta yang dinilai berdasarkan prinsip-prinsip HAM,” tutur Pigai kepada wartawan di kantor Kementerian HAM. Red**