Notification

×

Iklan

Iklan

Puluhan Tahun Lahan Digarap Berdasarkan SK Gubernur, Kini Muncul Klaim Berdasarkan Sertifikat Tanpa Sepengetahuan Para Ahli Waris

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 8:23:00 AM WIB | Last Updated 2025-08-16T00:23:27Z

 

Tangerang, MEDIAINDONESIA.asia -  Kasus sengketa pertanahan kembali mencuat di Kabupaten Tangerang, provinsi Banten. Lahan milik almarhum Sarip bin Sanan, yang berada di Kampung Sukadiri RT.008/004 Desa Patramanggala, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, dan telah dikuasai sejak terbitnya Surat Keputusan Gubernur No. Lr.04/D/VIII/50/1974, kini diduga menjadi objek klaim oleh pihak lain melalui penerbitan sertifikat tanpa sepengetahuan para ahli waris.

Berdasarkan penuturannya kepada awak media, salah satu ahli waris bernama Rusminah dan dokumen yang ada, perkara ini bermula ketika almarhum Sarip bin Sanan meminta bantuan Iskandar untuk mengurus penerbitan sertifikat tanah. Atas permintaan Iskandar, dibuatlah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai syarat awal. Tahun 1989 terbitlah sertifikat atas nama Sarip bin Sanan No.00025, kemudian Sarip sama sekali belum pernah memegang fisiknya.

Sarip menjual kepada Mahmud melalui H. Sahari, kurang lebih 20.000 m2, disaksikan oleh Sarwani juga anaknya Rusminah. Namun, Sarip bin Sanan tidak juga menerima uang dari hasil jual beli berdasarkan keterangan Rusminah. Kemudian Rohati menjual sisanya kurang lebih 27.800m2 kepada H.Erwin melalui kuasa H. Sahari, namun hal yang sama pun tidak pernah menerima utuh hasil jual beli yang dilakukan.

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba Iskandar secara diam-diam pun menjual objek melalui sertifikat atas nama Sarip bin Sanan kepada Linarto, tanpa sepengetahuan Ahli Waris Sarip bin Sanan. Diduga, peralihan tersebut tetap berjalan meskipun Sarip telah meninggal dunia, sehingga menimbulkan pertanyaan hukum atas keabsahannya.

Saat ini, ahli waris Linarto diduga menggunakan sertifikat tersebut sebagai dasar klaim kepemilikan. Sementara itu, ahli waris Sarip bin Sanan menegaskan bahwa penguasaan dan pemanfaatan lahan telah berlangsung sejak tahun 1974 berdasarkan SK Gubernur dan tidak pernah ada penyerahan atau peralihan hak yang sah kepada pihak Linarto.

Kuasa hukum Darmaji dan Partner menyatakan, " bahwa proses penerbitan sertifikat yang dilakukan pasca meninggalnya pemilik sah berpotensi cacat hukum. Langkah hukum akan ditempuh untuk mempertahankan hak kliennya, termasuk melaporkan dugaan pelanggaran Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah, Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin, serta melakukan gugatan pembatalan sertifikat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ", ujarnya. 

" Kami sudah memiliki dokumen otentik, mulai dari SK Gubernur, bukti penguasaan fisik, hingga keterangan saksi. Klaim sepihak tanpa dasar yang sah tidak dapat dibenarkan ", tegas Tim Hukum dari Darmaji dan Partner saat diwawancarai, pada Jum'at ( 15/8/2025 ) yang di dampingi oleh perwakilan dari pengurus Forum Media Banten Ngahiji ( FMBN ).
( Soleh**
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update