JAKARTA, MEDIAINDONESIA.asia - Kejaksaan
Agung mengungkap perintah dari mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam pengadaan laptop
Chromebook. Nadiem telah dijerat sebagai tersangka korupsi dalam pengadaan
tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo,
menjelaskan bahwa kasus ini bermula saat Nadiem sebagai Mendikbudristek bertemu
dengan pihak Google Indonesia.
Pertemuan itu membicarakan
produk dari Google, salah satunya yakni program Google for Education yang
menggunakan Chromebook. Program itu bisa digunakan oleh kementerian terutama
kepada peserta didik.
Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan oleh Nadiem dengan
pihak Google Indonesia, disepakati bahwa produk dari Google, yakni ChromeOS dan
Chrome Devices Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK).
"Dalam mewujudkan kesepakatan antara tersangka NAM dengan
pihak Google Indonesia, selanjutnya pada tanggal 6 Mei 2020, tersangka NAM
mengundang jajarannya, di antaranya yaitu H selaku Dirjen Paud Dikdasmen, T
selaku Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, JT dan FH selaku Staf Khusus
Menteri," ujar Nurcahyo dalam jumpa pers, di Kejagung, Jakarta, Kamis
(4/9).
Saat itu, kata Nurcahyo, Nadiem melakukan rapat tertutup
melalui Zoom Meeting dan mewajibkan
para peserta rapat menggunakan headset atau sejenisnya.
"Membahas pengadaan alat TIK
menggunakan chromebook sebagaimana perintah dari NAM, sedangkan saat itu
pengadaan alat TIK belum dimulai," kata Nurcahyo.
Ia mengungkapkan, rapat tersebut
untuk membahas pengadaan alat TIK menggunakan Chromebook sebagaimana perintah
dari Nadiem.
"Untuk meloloskan Chromebook
produk Google, Kemendikbud, sekitar awal tahun 2020 tersangka NAM selaku
menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK
di Kemendikbud," papar Nurcahyo.
"Padahal, sebelumnya surat
Google tersebut tidak dijawab oleh pejabat menteri sebelumnya (ME, Muhadjir
Effendy) yang tidak merespons karena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019
telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk Sekolah Garis Terluar (SGT) atau
daerah Terluar, Tertinggal, Terdalam (3T)," imbuhnya.
Nurcahyo menyebut, Nadiem kemudian memerintahkan bawahannya, yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih, membuat petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan yang spesifikasinya sudah ditentukan untuk ChromeOS.
"Selanjutnya, tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut ChromeOS," ungkap dia.
Pada Februari 2021, Nadiem kemudian menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. "Yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi ChromeOS," terang Nurcahyo.
Akibat perbuatannya, Nadiem kemudian dijerat sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut dengan perannya sebagai Mendikbudristek. "Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial Adapun
Kejagung telah terlebih dahulu menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam
kasus ini, yakni:
- Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021,
Mulyatsyah;
- Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek
2020-2021, Sri Wahyuningsih;
- Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim,
Jurist Tan; dan
- Mantan Konsultan Teknologi pada
Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih sudah
ditahan di rutan. Ibrahim Arief ditetapkan sebagai tahanan kota karena kondisi
kesehatannya. Sementara, Jurist Tan sedang dicari keberadaannya karena sedang berada
di luar negeri.
Dalam kasus ini, Kemendikbudristek
melaksanakan program Digitalisasi Pendidikan dengan pengadaan 1,2 juta unit
laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk di daerah 3T. Anggarannya mencapai
Rp 9,3 triliun.
Namun, pengadaan laptop ini dipilih
menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Padahal, Chromebook banyak
kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T, termasuk harus ada internet.
Sehingga, penggunaannya tidak optimal.
Di sisi lain, diduga ada
ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut. Negara diduga mengalami
kerugian hingga Rp 1,98 triliun.
Akibat perbuatannya, Nadiem dan empat
tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU
Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Red**