Boyolali - Mediaindonesia.asia ) Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam serangan digital yang menimpa aktivis demokrasi Neni Nur Hayati, setelah ia mengkritik kebijakan Gubernur Jawa Barat di media sosial.
“Serangan ini jelas merupakan ancaman terhadap kebebasan sipil,” ujar Usman Kamis (17/7/2025).
Usman Hamid menyatakan, bahwa tindakan membalas kritik sah dengan serangan digital, jelas hal itu melanggar hak untuk menyampaikan pendapat.
Dalam pernyataannya itu, Ia meminta kepada aparat penegak hukum, untuk bertindak tegas dan proaktif mengusut pelaku serangan tersebut.
“Jika aparat tidak menyelidiki atau tidak membawa pelaku ke pengadilan, masyarakat akan melihat bahwa pelaku serangan kebal hukum. Negara seharusnya melindungi, bukan justru membiarkan — apalagi terlibat dalam — pembungkaman suara-suara kritis,” tegas Usman.
Ia mengungkapkan, bahwa Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menjamin hak atas kebebasan berekspresi.
Ketentuan tersebut melindungi semua bentuk informasi dan gagasan, termasuk yang bersifat menyerang, mengejutkan, atau mengganggu.
Neni Alami Doxing, Peretasan, dan Ujaran Kebencian Selama Tiga Hari
Neni Nur Hayati, yang menjabat sebagai Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, menyampaikan bahwa pelaku menyerangnya secara digital selama tiga hari berturut-turut, sejak 15 hingga 17 Juli 2025.
Kepada Amnesty International Indonesia, Neni menyebut, bahwa ia menerima serangan doxing, ujaran kebencian, hingga peretasan akun media sosial, termasuk akun Instagram @neni1783 dan TikTok @neninurhayati36.
Serangan itu, menurut Neni, terjadi setelah ia mengunggah video TikTok pada 5 Mei 2025 yang membahas bahaya buzzer bagi demokrasi.
Meski tidak menyebut nama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM), video tersebut mengkritik fenomena buzzer secara umum dan ditujukan untuk seluruh kepala daerah hasil Pemilu Serentak 2024.
Neni menyadari, bahwa ia memang pernah mengkritik kebijakan KDM, tetapi ia juga pernah mengunggah apresiasi terhadap kebijakan lain dari gubernur tersebut.
Namun, setelah unggahan terkait buzzer, akun-akun resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai menampilkan foto pribadinya tanpa izin.
Amnesty telah memverifikasi salah satu konten di akun Instagram resmi Diskominfo Jabar (link konten), yang memuat penjelasan dari KDM tentang anggaran media dan buzzer, serta menyisipkan foto Neni tanpa persetujuan. Setelah konten itu muncul, akun media sosial Neni dibanjiri komentar kasar dan hujatan bertubi-tubi.
Neni juga melaporkan, bahwa akun WhatsApp-nya telah diretas, sehingga ia tidak dapat membalas pesan maupun mengakses akun TikTok-nya. Kondisi ini membuatnya kesulitan berkomunikasi dan menyampaikan klarifikasi.
Amnesty Catat 16 Kasus Serangan Digital terhadap Pembela HAM Sepanjang 2025
Amnesty mencatat, sejak Januari hingga Juli 2025, terjadi 16 kasus serangan digital terhadap 17 pembela hak asasi manusia di Indonesia.
“Pola serangan mencakup doxing, peretasan, intimidasi daring, dan kampanye ujaran kebencian,” lanjut Neni
Amnesty menilai bahwa situasi ini menunjukkan pembiaran sistematis terhadap pelanggaran kebebasan berekspresi, terutama terhadap mereka yang menyuarakan kritik terhadap kekuasaan.
“Saya harap, petugas segera mengusut dan menindak tegas pelaku serangan digital ini,” tutup Neni.
Red**