WASHINGTON DC, Mediaindonesia.asia) - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald
Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan dikenakan tarif 19 persen atas
barang-barang yang masuk ke AS, berdasarkan kesepakatan dagang terbaru antara
kedua negara. Angka ini lebih rendah dari ancaman tarif Trump sebelumnya yang
mencapai 32 persen. Lewat unggahan di platform media sosialnya, Truth Social,
Trump menyebut kesepakatan ini menghasilkan komitmen pembelian besar dari
Indonesia, termasuk energi dan produk pertanian asal AS.
"Sebagai bagian dari perjanjian tersebut,
Indonesia berkomitmen membeli energi AS senilai 15 miliar dollar AS, produk
pertanian Amerika senilai 4,5 miliar dollar AS, dan 50 pesawat Boeing Jet,
banyak di antaranya Boeing 777," tulis Trump, dikutip dari AFP pada Rabu
(16/7/2025). Meski begitu, pengumuman ini tidak langsung berdampak positif pada
saham Boeing. Saham pabrikan pesawat itu justru ditutup turun tipis 0,2 persen
pada hari yang sama.
Negosiasi untuk hindari tarif tinggi Pemerintahan
Trump sebelumnya mendapat tekanan untuk merampungkan sejumlah perjanjian dagang
demi menghindari penerapan tarif tinggi yang telah direncanakan. Sebelum
kesepakatan dengan Indonesia, Trump baru berhasil menyepakati perjanjian dagang
dengan Inggris, Vietnam, dan sementara dengan China terkait penurunan tarif
balasan. Pekan lalu, Trump sempat kembali melontarkan ancaman tarif 32 persen
untuk barang-barang asal Indonesia. Rencananya, tarif itu akan mulai berlaku
per 1 Agustus 2025. Namun, belum jelas kapan tarif baru sebesar 19 persen yang
diumumkan kali ini akan mulai diterapkan. Rincian periode pelaksanaan pembelian
dari Indonesia juga belum diungkapkan. Dalam pernyataannya, Trump menyebut
kesepakatan ini dicapai usai pembicaraan langsung dengan Presiden RI Prabowo
Subianto.
Ia juga menegaskan, barang-barang yang dialihkan
jalur pengirimannya demi menghindari bea masuk tinggi tetap akan dikenakan
tarif yang lebih tinggi. Kesepakatan lain masih digodok Di luar kesepakatan
dengan Indonesia, Trump mengungkapkan kepada wartawan bahwa pemerintahannya tengah
menyiapkan perjanjian serupa dengan India.
Sementara itu, pembicaraan dagang dengan Uni Eropa
disebut masih berlangsung. Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Dino
Patti Djalal, dalam sebuah acara Foreign Policy pada Selasa mengatakan,
pejabat-pejabat dalam negeri menyambut baik kesepakatan baru ini. Latar
belakang tekanan tarif Pada April lalu, Trump menetapkan tarif sebesar 10
persen untuk hampir semua mitra dagangnya. Ia juga mengumumkan rencana kenaikan
tarif yang lebih spesifik untuk puluhan negara, termasuk Uni Eropa dan
Indonesia.
Namun, beberapa hari sebelum jadwal penerapan bea
masuk yang lebih tinggi, Trump memutuskan menunda penerapan dari 9 Juli menjadi
1 Agustus. Ini merupakan penundaan kedua yang dilakukan.
Sejak awal pekan lalu, Trump telah mengirimkan
lebih dari 20 surat kepada para mitra dagang, termasuk Uni Eropa, Jepang, Korea
Selatan, Malaysia, Kanada, dan Meksiko. Dalam surat itu tercantum tingkat tarif
yang akan berlaku mulai Agustus. Meski begitu, pengecualian untuk barang-barang
yang masuk lewat pakta dagang Amerika Utara diperkirakan tetap berlaku. Trump
sebelumnya menegaskan, kebijakan tarif ini bertujuan untuk menanggulangi
praktik dagang tidak adil yang dianggap merugikan pelaku usaha AS.
Namun, para analis mengingatkan, tanpa adanya
perjanjian dagang, publik Amerika bisa menganggap strategi dagang Trump justru
gagal.
"Dalam pandangan publik, tarif itu kerugian.
Perjanjian dagang akan dilihat sebagai keuntungan. Jika tidak ada perjanjian,
orang-orang akan menyimpulkan strateginya bermasalah," kata William
Reinsch, penasihat senior di Center for Strategic and International Studies,
kepada AFP. Red**