Tangerang Selatan, MEDIAINDONESIA.asia - Gelagat tak beres terlihat di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan ( Disperkimta ) Kota Tangerang Selatan, kini semakin sulit disembunyikan. Dugaan akal-akalan paket kawasan kumuh Ciater, Cirendeu dan Serua dimulai dari paket perencanaan dari 3 menjadi dua yang beda kecamatan. Kedua paket pelaksanaan yang di gabung menjadi satu paket dilapangan terpisah menjadi dua paket anggaran dan waktu pelaksanaan juga ditambahkan. Kritik paling keras datang dari pemerhati kebijakan publik, Cecep Anang Hardian, yang menyebut rangkaian kejanggalan ini sebagai bentuk KKN dari dinas Perkimta.
Kritik Cecep mencuat setelah Agus Sapto Utomo, S.E. ( warga Tangerang Selatan ) mengajukan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Banten terkait dugaan penyimpangan anggaran dan praktik yang dinilai jauh dari prinsip transparansi..
Menurut Cecep, perubahan jumlah lokasi proyek DED dari 3 titik menjadi 2 titik dan satu pagu di bagi-bagi paket itu bukan persoalan teknis biasa.
“ Ini bukan salah komunikasi. Ini ibarat pintu gelap yang sengaja dibiarkan terbuka setengah, agar publik hanya melihat sebagian. Kalau proyek pemerintah dipotong-potong seperti potongan kue warung, wajar publik menduga ada motif tertentu. Ini bukan cara kerja birokrasi yang sehat ," tambahnya.
Cecep mengatakan Program RUTLH itu bantuan sosial atau kejanggalan ? seharusnya RUTLH menjadi penyelamat warga miskin. Namun justru muncul indikasi data penerima yang tidak jelas asal-usulnya dan kualitas material yang jauh dari standar.
“ Bantuan rumah untuk warga tak mampu, tapi kualitasnya dipertanyakan ? Itu seperti memberi payung bolong saat hujan badai. Tidak masuk akal ", sindirnya.
" Lebih parah lagi, verifikasi teknis disebut tidak memiliki dokumentasi lengkap. Kalau verifikasi saja gelap, bagaimana publik bisa percaya ?" katanya.
Cecep menegaskan bahwa foto-foto, video klarifikasi dan laporan media menunjukkan kondisi pekerjaan yang tidak mencerminkan besarnya nilai anggaran.
“ Anggarannya seperti proyek besar, tapi hasilnya seperti renovasi seadanya. Publik berhak bertanya: aliran dananya ke mana? Jangan sampai kertas lebih mewah daripada bangunannya ", ujar Cecep.
Cecep mengingatkan, sudah banyak regulasi yang dilewati, jangan bertindak seolah normal. Indikasi penyimpangan ini bersinggungan dengan berbagai aturan, mulai dari UU Tipikor, Perpres PBJ, peraturan LKPP, hingga Perwal RUTLH.
“ Kalau regulasi ini hanya jadi pajangan, artinya yang rusak bukan hanya proyeknya, tapi sistem pengelolaannya ", ucap Cecep kepada awak media, pada Rabu (19/11/2025 ).
Untuk itu, Cecep meminta Kejati Banten bertindak cepat dan transparan dan Cecep menyerukan :
1. Audit total proyek DED dan RUTLH.
2. Pemeriksaan menyeluruh pejabat Disperkimta.
3. Perhitungan kerugian negara secara objektif.
4. Publikasi hasil penyelidikan agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“ Ini bukan lagi soal proyek gagal. Ini soal integritas tata kelola daerah. Kalau tidak dibongkar sekarang, luka ini akan membusuk ", tegas Cecep.
“ Jangan anggap masyarakat tidak mengerti. Publik sekarang kritis. Dan publik tidak akan berhenti bertanya ", pungkas Cecep dengan nada tegas.
Laporan : Soleh
Editor : Andi Purba

