Di banyak sekolah, pemandangan saat pembagian rapor masih
terasa timpang. Barisan ibu memenuhi ruang kelas, berdialog dengan wali kelas,
mendengarkan evaluasi perkembangan anak. Sementara itu, kehadiran ayah sering
kali menjadi pengecualian, bukan kebiasaan. Fenomena ini tampak sepele, namun
sesungguhnya menyimpan persoalan besar tentang pembagian peran pengasuhan di
Indonesia. Dari sinilah ajakan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) agar
seluruh ayah mengambil rapor anak menjadi relevan, penting, dan mendesak.
Ayah dan Pendidikan: Peran yang Sering
Terpinggirkan
Budaya patriarki yang masih kuat kerap
menempatkan ayah sebagai pencari nafkah utama, sementara urusan sekolah, emosi,
dan perkembangan anak diserahkan hampir sepenuhnya kepada ibu. Akibatnya,
banyak ayah merasa “cukup” dengan memenuhi kebutuhan materi, tanpa terlibat
secara emosional dan intelektual dalam proses tumbuh kembang anak.
Padahal, berbagai pengalaman sosial menunjukkan bahwa keterlibatan ayah berdampak signifikan terhadap kepercayaan diri, kedisiplinan, dan motivasi belajar anak. Anak yang melihat ayahnya hadir di sekolah akan merasa diperhatikan, dihargai, dan didukung. Mengambil rapor menjadi pintu masuk sederhana namun bermakna bagi ayah untuk terlibat lebih jauh.
GATI: Gerakan Kecil dengan Dampak Besar
GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia) tidak
menuntut hal yang rumit. Ia tidak meminta ayah menjadi sempurna, tidak pula
mengharuskan ayah selalu punya waktu luang. GATI hanya mengajak ayah untuk
hadir secara sadar dalam momen penting pendidikan anak—salah satunya dengan
mengambil rapor.
Jika dilakukan secara masif, gerakan ini dapat mengubah wajah pendidikan keluarga di Indonesia. Bayangkan jika setiap ayah meluangkan waktu khusus untuk datang ke sekolah, berdialog dengan guru, lalu pulang untuk berdiskusi dengan anak tentang hasil belajarnya. Anak tidak hanya menerima nilai, tetapi juga menerima perhatian dan keteladanan.
Lebih dari Nilai Angka
Rapor bukan hanya tentang angka di atas kertas.
Di dalamnya ada catatan sikap, kejujuran, kedisiplinan, kerja sama, dan
tanggung jawab. Ketika ayah membaca dan membahas rapor bersama anak, proses ini
menjadi ruang dialog yang sehat. Anak belajar bahwa keberhasilan tidak hanya
dirayakan, kegagalan pun didampingi.
Di sinilah peran ayah sebagai teladan bekerja.
Bukan dengan marah berlebihan atau tuntutan tanpa empati, melainkan dengan
sikap dewasa: mendengar, mengarahkan, dan memberi semangat. Sikap ini akan
tertanam kuat dalam memori anak dan membentuk karakter mereka di masa depan.
Menjawab Alasan “Tidak Sempat”
Alasan paling umum ketidakhadiran ayah saat
pembagian rapor adalah pekerjaan. Namun, satu hari atau bahkan satu jam yang
diluangkan dalam satu semester sesungguhnya bukan tuntutan yang berlebihan.
Justru, ketidakhadiran yang terus berulang akan membentuk jarak emosional yang
sulit diperbaiki di kemudian hari.
GATI mengajak ayah untuk menata ulang prioritas, bukan meninggalkan tanggung jawab kerja, melainkan menyeimbangkannya. Sebab, keberhasilan anak di masa depan bukan hanya ditentukan oleh sekolah yang baik, tetapi juga oleh figur ayah yang hadir dan peduli.
Penutup: Mengambil Rapor, Menguatkan Bangsa
Ajakan seluruh ayah untuk mengambil rapor adalah
langkah sederhana dengan makna strategis. Ia bukan sekadar soal datang ke
sekolah, tetapi tentang perubahan cara pandang: dari ayah sebagai penonton
menjadi ayah sebagai pendamping.
Melalui Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI),
kita diajak menyadari bahwa membangun generasi unggul dimulai dari keluarga
yang utuh perannya. Ketika ayah hadir, anak merasa kuat. Ketika anak kuat, masa
depan bangsa pun ikut menguat. Maka, mengambil rapor sesungguhnya adalah cara
ayah mengambil peran dalam sejarah kecil namun penting pada kehidupan anak-anak
Indonesia.
Kreator
: Mawar
Nurmaniar Sani

.png)