Notification

×

Iklan

Translate

Iklan

Translate

Wamenkes Angkat Bicara, Terkait Warga Baduy Korban Begal Disebut Ditolak RS gegara Tak Ada KTP

Rabu, 12 November 2025 | 12:44:00 PM WIB | Last Updated 2025-11-12T04:44:12Z

 

Jakarta, MEDIAINDONESIA.asia  - Kasus penolakan pasien kembali mencuat ke publik, kali ini menimpa Repan (16), warga Baduy Dalam yang menjadi korban pembegalan di kawasan Jalan Pramuka Raya, Jakarta Pusat. Remaja tersebut mengalami luka di tangan kiri, pipi, dan punggung setelah diserang empat orang begal bersenjata tajam.
Namun, di tengah kondisinya yang terluka, Repan disebut sempat tidak mendapatkan pertolongan medis yang layak dari salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. Ia mengaku sempat ditanyai soal kartu tanda penduduk (KTP) dan surat pengantar oleh petugas rumah sakit sebelum mendapat penanganan.

Sebagai warga Baduy Dalam, Repan memang tidak memiliki KTP dan tidak membawa surat pengantar, karena setelah kejadian pembegalan ia langsung mencari pertolongan tanpa kembali ke perkampungan.

Respons Kementerian Kesehatan
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan seluruh masyarakat Indonesia berhak mendapatkan layanan tanpa memandang status administrasi atau kepemilikan identitas.

"Hak kesehatan itu hak semua masyarakat Indonesia. Dengan NIK maupun tanpa NIK. Ini persoalan administrasi yang nanti akan kita perbaiki," beber Dante di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Wamenkes menambahkan Kemenkes RI akan berkoordinasi dan menelusuri kasus ini agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

"Kita akan koordinasikan, kita telusuri supaya ini mendapatkan penanganan yang benar ke depan. Yang paling penting adalah subjeknya, yakni pasien. Subjeknya harus kita tangani dulu," lanjutnya.

Dante juga menyoroti adanya kendala komunikasi atau pemahaman di tingkat pegawai administrasi rumah sakit yang kerap menjadi akar masalah penolakan pasien darurat.

"Secara sistem, kadang pegawai administrasi ini terkendala komunikasi. Tapi yang paling penting, kesehatan adalah hak semua masyarakat," tegasnya.

Ia memastikan Kemenkes akan memberikan teguran dan melakukan evaluasi terhadap fasilitas kesehatan yang menolak memberikan pelayanan kepada pasien dalam kondisi darurat, terlebih jika alasan penolakan hanya berkaitan dengan dokumen administratif.

Kasus yang menimpa Repan menjadi pengingat penting bagi sistem kesehatan nasional, bahwa prinsip utama pelayanan medis harus mengedepankan keselamatan nyawa pasien di atas urusan administrasi.

Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Termasuk mereka yang berada di wilayah terpencil atau komunitas adat seperti warga Baduy.

Laporan : Titin

Editor : Lisa



TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update