Bahasa Indonesia bukan sekadar
kumpulan huruf dan kata yang diajarkan di ruang kelas. Lebih dari itu, Bahasa
Indonesia adalah alat untuk berbicara, berbagi, dan berjuang. Melalui bahasa
inilah seseorang menyampaikan pendapat, mengekspresikan perasaan, serta
memperjuangkan hak dan kepentingannya. Sayangnya, dalam praktik pendidikan,
Bahasa Indonesia sering dipahami sebatas mata pelajaran yang berorientasi pada
nilai dan ujian, bukan sebagai sarana hidup yang melekat dalam keseharian.
Lebih jauh, Bahasa Indonesia adalah alat untuk berjuang.
Sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa
bahasa memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan dan persatuan. Hingga
saat ini, bahasa tetap menjadi sarana untuk memperjuangkan keadilan,
menyuarakan aspirasi rakyat, dan mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak pada
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia
seharusnya diarahkan untuk membentuk keberanian berpendapat yang santun,
argumentatif, dan bertanggung jawab.
Kebijakan pendidikan perlu mendukung
pembelajaran Bahasa Indonesia yang lebih mendalam dan bermakna. Guru perlu
diberi ruang dan dukungan untuk mengajarkan bahasa tidak hanya sebagai struktur
dan kaidah, tetapi juga sebagai alat komunikasi sosial. Pembelajaran yang
mengaitkan Bahasa Indonesia dengan realitas kehidupan peserta didik akan
membantu mereka memahami bahwa bahasa adalah kekuatan, bukan sekadar pelajaran
di buku teks.
Pada akhirnya, saya meyakini bahwa Bahasa
Indonesia adalah jantung kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika bahasa
diajarkan secara bermakna, peserta didik tidak hanya belajar membaca dan
menulis, tetapi juga belajar berbicara dengan nurani, berbagi dengan empati,
dan berjuang dengan akal sehat. Inilah esensi Bahasa Indonesia yang seharusnya
terus kita jaga dan perkuat melalui pendidikan.
Bagaimana agar Bahasa
Indonesia bisa terjaga kualitasnya ?
Menurut Henry Guntur Tarigan (2013) dalam
karyanya yang berjudul “Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa”
beliau menjelaskan bahwa kualitas bahasa hanya dapat dipertahankan jika keempat
keterampilan berbahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
kemudian dikembangkan secara seimbang. Pembelajaran bahasa yang hanya
menekankan teori tanpa praktik komunikasi akan melemahkan kualitas berbahasa
peserta didik.
Berdasarkan pandangan tersebut dapat di ambil
kesimpulan bahwa kualitas Bahasa Indonesia dapat dipertahankan melalui
penggunaan yang konsisten, penumbuhan sikap positif terhadap bahasa,
pembelajaran yang komunikatif dan fungsional, penguatan budaya literasi, serta
pembinaan bahasa melalui pendidikan formal. Tanpa upaya-upaya tersebut, Bahasa
Indonesia berpotensi mengalami penurunan kualitas di tengah pengaruh
globalisasi dan perkembangan teknologi.
Ulurkan tanganmu membantu korban banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Di situasi seperti ini, sekecil apa pun bentuk dukungan dapat menjadi harapan baru bagi para korban. Salurkan donasi kamu sekarang dengan klik di sini

.png)