Notification

×

Iklan

Translate

Iklan

Translate

Menghapus Jejak Buta Aksara Al-Qur’an di Negeri Mayoritas Muslim

Minggu, 21 Desember 2025 | 8:00:00 PM WIB | Last Updated 2025-12-22T00:12:32Z

 

Indonesia sering kali menyandang predikat sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Namun, di balik angka tersebut, tersimpan sebuah ironi yang memprihatinkan. Berdasarkan data riset dari Tim Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang dipaparkan dalam Sarasehan Nasional di Gedung Nusantara IV DPR-RI, angka buta aksara Al-Qur’an di Indonesia masih berkisar antara 58,57% hingga 65%.

Artinya, lebih dari separuh penganut Islam di negeri ini belum mampu membaca kitab sucinya sendiri. Sebagai seorang pendidik Baca Tulis Al-Qur'an (BTA), angka ini bukan sekadar statistik bagi saya, melainkan sebuah alarm peringatan bagi masa depan generasi bangsa.

Akar Permasalahan: Tantangan Internal dan Eksternal

Mengapa di tengah kemudahan akses informasi saat ini, minat belajar Al-Qur’an justru merosot? Jika

kita bedah, setidaknya ada dua faktor utama yang saling berkaitan.

Secara internal, kita menghadapi tantangan motivasi. Sifat malas dan kurangnya pemahaman tentang urgensi membaca Al-Qur’an sebagai pedoman hidup menjadi penghambat utama. Di era digital, perhatian generasi muda sering kali teralihkan oleh daya tarik gadget yang menawarkan hiburan instan, sehingga belajar mengaji dianggap sebagai kegiatan yang sulit dan membosankan.

Secara eksternal, lingkungan memiliki andil besar. Kurangnya keteladanan dari orang tua dan pengaruh teman sebaya sering kali menjauhkan anak dari masjid atau tempat pengajian. Selain itu, kesibukan aktivitas duniawi dan metode pengajaran yang monoton di beberapa tempat membuat proses belajar terasa kaku dan tidak menarik bagi anak-anak zaman sekarang.

Solusi Kolaboratif: Menghidupkan Kembali Semangat Mengaji

Kita tidak boleh membiarkan kondisi ini berlarut-larut. Generasi penerus harus memiliki iman yang kuat dan pedoman hidup yang terarah sesuai petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits. Untuk mewujudkan profil "Insan Madani" tersebut, saya menawarkan beberapa langkah strategis:

·         Transformasi Metode Pembelajaran: Pendidik harus berinovasi menggunakan metode yang lebih menyenangkan, interaktif, dan kreatif agar belajar Al-Qur’an tidak lagi membosankan.

·         Sinergi Keluarga: Orang tua adalah madrasah pertama. Keterlibatan orang tua dalam memberikan motivasi, perhatian, dan—yang terpenting—keteladanan di rumah sangat krusial.

·         Lingkungan Kondusif: Menciptakan ekosistem belajar yang nyaman dan mendukung, baik secara fisik maupun psikologis, agar anak merasa senang saat berinteraksi dengan Al-Qur’an.

·         Literasi Makna: Selain bisa membaca secara lisan, kita perlu memberikan pemahaman mendalam tentang kandungan Al-Qur’an agar generasi muda paham bahwa apa yang mereka baca adalah kompas kehidupan mereka.

Penutup

Mengentaskan buta aksara Al-Qur’an bukan hanya tugas guru mengaji atau kiai, melainkan tanggung jawab kolektif kita semua sebagai umat Islam. Jika kita ingin melihat generasi mendatang menjadi pribadi yang tangguh, beriman, dan berakhlak mulia, maka kembalikanlah mereka kepada Al-Qur’an. Jangan biarkan kitab suci kita hanya menjadi pajangan di lemari, tapi jadikanlah ia napas dalam kehidupan sehari-hari.

Kreator : MANSYUR


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update